FPN Gelar Diskusi Buku, Peserta: Israel Bukan Cuma Genosida Manusia, Tapi Genosida Budaya

Diskusi bersama jaringan komunitas Free Palestine Network Simpul Salatiga di Cafe Tanasurga (Sumber Foto: Fadlan/DinamikA).


Klikdinamika.com– Jaringan komunitas Free Palestine Network (FPN) Simpul Salatiga kembali menggelar diskusi seputar polemik yang terjadi di Palestina di Cafe Tanasurga, Selasa (16/7/2024). Sesuai komitmen sebelumnya, diskusi ini akan digelar setiap minggu pada hari Selasa pukul 18.30 WIB.

Kali ini, FPN gelar diskusi buku The Hundred Years War on Palestine yang ditulis oleh Rashid Khalidi. Buku yang mengkaji konflik Israel-Palestina sejak 1917 sampai 2017 ini berisi beberapa bab tentang perang yang terjadi. Lalu dibagi dalam masing masing periode.

Peristiwa dimulai dari kejadian pada 1917, kemudian nakba (malapetaka) yang terjadi selama periode 1947 sampai 1948, kemudian perang enam hari melawan Mesir dan beberapa negara yang lain tahun 1967.

Kemudian, ada perang di Lebanon pada saat para pengungsi di daerah Sabra dan Satila itu dibom tahun 1982. Kemudian, 1987 adalah intifada pertama, di mana orang-orang menggunakan ketapel dan batu melawan tentara Israel, serta Intifada II dari tahun 2000 sampai 2014.

“Periode-periode ini yang dibahas di bukunya Khalidi,” jelas pemantik diskusi, Setyo Budi, kepada reporter Klikdinamika.com.

Sebelum mengakhiri sesinya, Setyo Budi melemparkan pertanyaaan ke peserta tentang apa yang mereka tangkap, kenapa rela-rela datang ke Tanasurga, dan kenapa harus mengeluarkan energi mendukung Palestina. Ia melontarkannya sebagai pertanyaan pancingan berdiskusi.

Fatah Akrom dan Ahmad Ramzy, peserta diskusi unjuk tangan ingin menanggapi. Lalu, mereka secara bergantian menerangkan, apa yang terjadi di Palestina sekarang adalah bentuk genosida budaya, kolonialisme, dan dominasi suatu kaum.

Hal ini pernah dialami orang-orang Indonesia dahulu saat masa Belanda menjajah Indonesia. Saat menyadari hal serupa terjadi pada Palestina, kita semua harusnya merasakan itu dan marah. Apalagi, ini adalah genosida besar-besaran dan dapat dikatakan lebih parah daripada penghancuran secara fisik oleh Koloni Hindia Belanda, dahulu kala.

Fatah juga kembali memberikan tanggapannya saat diwawancarai reporter Klikdinamika.com. Ia sangat yakin apa yang terjadi di Palestina bukan hanya perihal genosida manusia (genosida: penghancuran yang disengaja dan sistematis), tapi juga genosida budaya.

Ya jelas, karena yang dilakukan Israel tuh beberapa hal, kan. Bukan cuma membunuh, tapi memang menghilangkan pusat-pusat orang-orang dalam artian pusat-pusat kebudayaan, sekolah, dan lain sebagainya. Itu bentuk penghilangan paksa budaya, itu gitu. Jadi, dalam genosida itu bukan cuma masalah nyawa, tapi juga masalah hilangnya suatu culture atau budaya dari orangnya juga gitu, loh,” tuturnya.

Peserta lain, Rahma Fadilatul Laili, juga menanggapi genosida budaya yang dibincangkan dalam forum. Dia mengaku mendapatkan wawasan baru yang menarik dari mengikuti diskusi ini.

“Aku selama ini nggak terlalu kepikiran soal yang tadi kebudayaan itu. Aku selama ini cuma mikirnya kita sesama muslim kan, kayak, apa ya, kalau tau saudaranya dibunuh ataupun dibantai oleh bangsa lain. Intinya, kita saling mendukung, lah. Jadi nggak kepikiran sampai kebudaya atau apa. Jadi ikut ini tuh jadi menambah wawasan,” jelasnya.

Tata dan Alex, Peserta asal Jogja dan Salatiga juga ikut menaruh harapan pada acara yang dikomitmenkan rutin hari selasa tersebut.

“Aku dengar juga ini udah seri diskusi gitu, ya. Jadi, mungkin bisa dilanjutkan seri diskusinya, terus mungkin membuat event dengan kemasan lain gitu misalnya, seperti workshop yang isunya masih berkaitan dengan Palestine,” ucap Tata.

“Aku, sih, konsisten terus. Dalam artian, di tengah Salatiga yang tenang ini, tetap harus ada event kayak gini, pemantik-pemantik kayak gini, biar suasana perjuangannya tetap terus ada,” tambah Alex.

Kembali ke Setyo Budi, dia menambahkan terkait event Selasa depan. Sebab walaupun rutinan, bentuk event dan diskusi yang disajikan berbeda-beda.

“Minggu depan kita ada topik yang lain, kita akan membahas tentang peranan sosial media dalam perjuangan Palestina,” pungkasnya. (Fadlan/Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *