Sekali Singa Tetaplah Singa

Sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images
Sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images
Sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images

Oleh : Firdan Fadlan Sidik[1]

“Kamu tidak jadi ke Timur Tengah?”

Aku bosan dilontari pertanyaan semacam itu oleh teman-temanku. Mereka sangat menyayangkan aku jika tidak melanjutkan studi ke luar negeri. Lagi-lagi aku menjawab pertanyan itu dengan mudah dan sederhana.

“Saya mencukupkan diri untuk mencari ilmu di dalam negeri. Memang kuliah di luar negeri memiliki cita rasa yang luar biasa. Namun hakikatnya sama saja. Di sana bumi Allah, di sini pun bumi Allah.”

Aku tak dapat menjawab pertanyaan itu kecuali setelah aku terdaftar sebagai anggota keluarga baru IAIN Salatiga. Sebuah kampus muda dengan prestasi yang tak boleh kamu pandang sebelah mata.

Baru tahun 2014 kampus ini resmi berubah namanya dari STAIN menjadi IAIN. Seiring perubahan nama, kualitaspun kian bertambah. Kamu tak akan menyangka jika kampus ini semuda itu jika kamu datang langsung ke kampus melihat dan menikmati suasana yang megah sekaligus indah dengan pemandangan alami ciptaan Tuhan. Perkembangannya relatif sangat cepat dimulai dari pembangunan infrastruktur hingga akademik. Namun kita tidak boleh terlena dengan fakta itu tanpa melirik sisi kelemahan kita. Sesekali kita harus berefleksi supaya kita tahu diri hingga akhirnya perubahan akan terjadi. Mari kita teliti satu per satu.

Perkembangan infrastuktur kampus tidak dibarengi dengan gairah mahasiswa untuk memanfaatkannya. Keberadaan perpustakaan yang sangat representatif tidak berbanding lurus dengan minat baca mahasiswa. Dari 10.000-an lebih mahasiswa, hanya sebagian kecil yang mengunjungi perpustakaan setiap harinya. Jikapun iya mahasiswa mengeluh dengan keterbatasan buku yang ada dan koleksi yang kurang lengkap, namun pihak perpustakaan sangat membuka diri menerima masukan dan usulan judul buku yang dimintai mahasiswa. Untuk menjadikan perpustakaan kita berkembang, dibutuhkan kerjasama antara pihak perpustakaan dan mahasiswa. Pihak perpustakaan harus berkelanjutan dalam melengkapi koleksi perbukuan, pelayanan perpustakaan, agenda kegiatan dan melengkapi prasarana. Dibutuhkan juga suatu dukungan dari mahasiswa dengan sering mengunjungi perpustakaan dan aktif dalam setiap event yang diadakan perpustakaan. Ini merupakan salah satu bukti nyata sumbangsih kita terhadap kemajuan literasi kampus. Tentunya dengan antusias mahasiswa yang membludak akan memberi dorongan tersendiri bagi perpustakaan untuk mengembangkan kualitasnya. Begitupun sebaliknya. Perpustakaan yang memahami kebutuhan mahasiswa akan membuat mahasiswa tidak bosan-bosan untuk mengunjungi perpustakaan.

Sisi yang kedua adalah Unit Pengembangan Teknis Bahasa. Ketersediaan UPTB atau Unit Pengembangan Teknis Bahasa yang ada di kampus tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa. Hingga saat ini tercatat hanya mahasiswa jurusan tadris bahasa Inggris saja yang pernah mengikuti berbagai event konferensi internasional dan menembus beasiswa kuliah S2 di luar negeri yang menjadikan mahasiswa TBI itu seolah-olah maskotnya IAIN Salatiga. Seharusnya kemampuan berbahasa asing itu dimiliki oleh seluruh mahasiswa tanpa pandang jurusan dan fakultas sebagaimana terdesain dalam kalender akademik bahwa seluruh mahasiswa semester awal dibebani mata kuliah bahasa asing, yaitu Arab dan Inggris. Jika seluruh mahasiswa sangat antusias dengan fasilitas kampus, tentunya mahasiswa non-TBI pun bisa dan mampu menembus beasiswa luar negeri dan ikut konferensi internasional. Hal ini yang perlu menjadi titik fokus bagi mahasiswa IAIN Salatiga. Mahasiswa harus ikut berpartisipasi dalam program-program kebahasaan yang diadakan oleh para dosen yang membawahi UPTB seperti mengikuti klub debat bahasa asing, les SIBA/SIBI, tes TOEFL/TOAFL dan native speaker.

Selain terkenal dengan perkembangannya yang pesat, kampus ini juga termasyhur dengan biaya UKT nya yang rendah jika dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya. Di samping itu, berbagai beasiswa juga tersedia di kampus ini mulai dari beasiswa bidikmisi, tahfidz, prestasi akademik dan masih banyak lagi. Tentunya hal ini menjadi pemacu bagi mahasiswa untuk terus mengembangkan kemampuannya tanpa memikir beban berat untuk membayar UKT. Bagi mahasiswa yang tergolong berkecukupan namun tidak beruntung untuk mendapat beasiswa, janganlah risau dan patah semangat. Dosen-dosen IAIN Salatiga sangat peduli terhadap mahasiswa asalkan mahasiswa itu berani beraspirasi, berani beraksi tanpa gengsi.

Dengan pemaparan sebagian kecil tentang kampus IAIN Salatiga, akupun menjadi jatuh cinta untuk menimba ilmu di kampus ini. Kebanyakan orang ingin kuliah di kampus ternama. Berbagai cara dilakukan supaya bisa keterima di kampus itu tanpa memikirkan kualitas dirinya. Mereka hanya berharap supaya namanya tertulis dalam ijazah sarjana dari perguruan tinggi ternama lalu akhirnya mudah keterima kerja. Itu adalah paradigma yang salah menurutku. Karena –meminjam perkataan Pak Hammam pada OPAK 2017- betapapun singa dikurung dalam kandang kayu, seng bahkan lidi, ia tetaplah singa. Tugas mahasiswa adalah menjadi mahasiswa seutuhnya dengan aktif di bidang akademik maupun non-akademik, memaksimalkan fasilitas kampus dan terjun bebas ke dunia luas.

Itulah opiniku tentang kampusku tercinta, IAIN Salatiga.

[1] Penulis adalah mahasiswa semester 1 jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuludin Adab dan Humaniora, IAIN Salatiga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *