Nightmare (Part I)

ilustrasi nightmare (sumber gambar: showbiz. liputan6.com)
ilustrasi nightmare (sumber gambar: showbiz. liputan6.com)
ilustrasi nightmare (sumber gambar: showbiz. liputan6.com)

BUM!

Dentuman keras menggema di sudut aula, membuat beberapa orang yang berada di sana bergidik ngeri setelah mendengar bunyi tersebut. Sebuah benda berbentuk bola—sebesar bola basket, pecah begitu saja saat salah seorang dari mereka dengan sengaja menumbukkan besi seberat 200 kg dengan benda tersebut. Pria bertubuh tegap dengan paduan kemeja hitam itu menyeringai puas, masih dengan sebuah kapak yang ia genggam di tangan kanannya. Sebut saja pria itu Chanyeol, pria dengan bola mata besar, hidung mancung, serta garis-garis tegas di wajahnya.

Siapa sangka, ia adalah pelaku dari kejahatan yang semula ia kerjakan. Dengan berbekal sebuah kapak dan kunci pintu aula, ia tidak membiarkan beberapa orang yang berada di sana kabur. Ia juga tidak mepedulikan tentang ini masih di area sekolah ataupun bukan. Yang pasti, tidak akan ada seseorang pun yang mampu menolong mereka di tengah larut musim salju.

Dengan langkah gontai, Chanyeol terus memainkan kapak yang ia genggam dengan lincah. Tidak peduli dengan tatapan horor yang mereka suguhkan, bahkan gambaran wajah yang terlihat ketakutan. Chanyeol mendesis, saat Jungkook dengan berani menghadang jalan Chanyeol untuk mendekati Jiyeon.

“Tidak cukupkah kau memperlakukan itu pada Irene?” ucap Jungkook.

Napas Jungkook nyaris tersendat, saat Chanyeol dengan sigap mengarahkan kapak yang ia bawa tepat di ulu hati Jungkook. Beruntung, pria manis itu segera menghindar cepat.

Chanyeol bergeming, masih fokus menatap gadis mungil di depannya. Gadis dengan surai kecokelatan yang dibiarkan tergerai, serta tubuhnya yang menegang—tatkala derap langkah Chanyeol semakin menyudutkannya ke dinding aula. Naas, gadis pemilik nama Jiyeon itu malah mematung di tempat, tidak dapat bergerak sedikitpun karena ketakutan.

“Chanyeol!” pekik Jungkook, bersamaan dengan sebuah dentuman keras—Bugh!—akibat ulahnya. Jungkook berhasil mendaratkan sebuah kayu panjang tepat di tengkuk Chanyeol. Membuat Si Empunya mengerang kesakitan dan tubuhnya terhuyung ke lantai. Dengan sigap, Jungkook memanfaatkan kesempatan, ia mendekati Jiyeon yang masih menangis di depannya. Meraih pergelangan tangan gadis itu, lantas membawanya berlari dari Chanyeol.

“Jungkook, aku takut …,” lirih Jiyeon. Jungkook berbalik, memperhatikan raut wajah gadis yang selama ini ia cintai tengah menegang. Paras cantiknya dipenuhi peluh yang masih bercucuran, dengan kedua sudut mata gadis itu masih mengeluarkan bulir bening yang berubah menjadi anak sungai. Jungkook menghela napas, menggenggam jemari Jiyeon.

“Tenanglah, aku ada di sini, Jiyeon. Kita akan selamat, tenanglah!” lirihnya. Kedua tangannya terulur ke depan, menghapus aliran sungai kecil yang gadis itu buat dengan kedua ujung ibu jarinya yang mengusap lembut.

“Kita akan baik-baik saja. Tidak akan kubiarkan, ia menyakitimu, sedikit pun!” tegas Jungkook. Jungkook kembali berjalan panik, ia dengan cepat meraih kenop pintu aula. Naas, pintu aula terkunci.

Jungkook merutuki kebodohannya, percaya dengan permintaan Chanyeol dan memaksa Jiyeon, juga Irene, untuk menyetujui permintaan Chanyeol tadi sore. Alih-alih berlatih drama di malam yang larut, Chanyeol sengaja meminta Jungkook, Jiyeon, dan Irene untuk datang ke aula sekolah tepat jam 12 malam. Jelas, teman-teman Chanyeol tidak pernah berpikir, jika Chanyeol—teman yang gemar tertawa itu—adalah seorang pembunuh, berhati psycho.

Tubuh Kei kembali bergetar hebat, saat gadis itu merasakan sebuah sentuhan di bahunya. Padahal, Jungkook masih menggenggam tangannya dan berada di depan—masih sibuk mencungkil pintu aula dengan sebuah besi yang tidak sengaja mereka temukan. Gadis itu tahu, kemungkinan terburuk yang tidak akan terjadi sekarang. Irene kembali hidup, ikut berlari bersama mereka. Padahal, sebelum itu, ia dan Jungkook menyaksikan sendiri, tangan Chanyeol yang dengan gesit menumbukkan kapak besar tepat pada leher gadis itu hingga terputus.

Kejamnya, Chanyeol menjatuhkan besi yang berada di belakangnya tepat mengenai kepala Irene yang tergeletak di lantai. Sangat menakutkan bagi Jiyeon untuk mengingat kembali, saat bau anyir menerobos masuk melalui indra penciumannya. Serta ingatan, saat kepala Irene pecah secara sempurna—menimbulkan beberapa ceceran darah dan gumpalan benda yang entah apa ikut berceceran di lantai aula, hingga sebuah bola kecil—sebesar bola ping-pong—terpelanting mengenai kakinya.

Jiyeon menelan salivanya susah payah. Alih-alih menyangkal bahwa bola ping-pong itu bukan bola mata Irene, segera ia tepis cepat. Masih dengan cucuran peluh yang semakin menerjang, serta pacuan jantung yang semakin liar. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap Jungkook segera berbalik dan menariknya menjauh dari siapa yang baru saja menyentuh bahunya. Sekadar memastikan, bahwa siapapun itu orangnya, ia harap, itu bukanlah Chanyeol.

Jiyeon menyesal menengok ke belakang, ia mendapati Chanyeol yang menyeringai seram padanya. Gadis itu merasa jantungnya hampir mencelus keluar, saat Chanyeol dengan lihainya memainkan kapak yang ia genggam. Berhasil membuat kedua lutut Jiyeon lemas seketika. Lidahnya terasa kelu, saraf motoriknya serasa sudah tidak berfungsi.

Ingin sekali ia menendang kaki pria brengsek di hadapannya menggunakan kaki mungilnya, serta berteriak pada Jungkook untuk menghindar. Juga, menggoyangkan genggaman Jungkook, agar pria manis itu tahu, bahaya telah datang. Naas, itu semua tidak bisa ia lakukan secara gamblang.

Chanyeol masih memutar kapak yang ia genggam dari atas, ke bawah. Senyum miringnya tidak henti ia suguhkan untuk Jiyeon. Entah, setan apa yang menghasut Chanyeol. Chanyeol dibutakan oleh perasaan yang disebut cinta, membuatnya mantap, menginginkan orang yang dicintainya, dan membunuh siapa saja yang mengganggunya.

Sebenarnya, Chanyeol tidak memiliki niatan sedikit pun untuk melukai gadis itu. Ia hanya senang membuat Jiyeon ketakutan. Jiyeon adalah gadis yang selama ini ia cintai. Persetan dengan dalih persahabatan, ia tidak peduli tentang Jungkook yang juga mencintai Jiyeon, yang memang kekasih Jiyeon.

“Mau kemana, sayang?” bariton Chanyeol terdengar lirih, tangan besarnya menyentuh pipi kanan Jiyeon lembut. Gadis itu memejamkan kedua matanya ketakutan, berharap Jungkook segera menyadari kehadiran Chanyeol.

To be continued…

(Intan Hidayanti/Crew Magang_)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *