Komersilkan Hobi, Raup Keuntungan Berlipat.

Komersialkan hobi menjadi pendapatan.
Komersialkan hobi menjadi pendapatan.
Komersialkan hobi menjadi pendapatan.

Farhan(20), Mahasiswa semester 5 jurusan Perbankan Syari’ah ini,menyukai fotografi sejak masih duduk di bangku SMP. Hobby memotret, melatarbelakanginya menggeluti profesi fotografer selain alasan finansial. Profesi yang baru saja ia tekuni ini, tak dijadikannya sebagai satu-satunya mata pencahariannya. Selain menjadi seorang Mahasiswa, ia juga membuka rental kamera. Berbekal kemampuan memotret, dengan jiwa muda yang masih melekat pada dirinya, dibentuklah satu komunitas memotret  bernama KOMFIS yang beranggotakan 5 orang Mahasiswa IAIN Salatiga dengan rata-rata semester 3 keatas. Dengan merebaknya usaha layanan semacam ini, masalah persaingan sepertinya tak dijadikan momok bagi mereka, yang terpenting menurut mereka adalah bagaimana memberikan pelayanan yang optimal. Jadi, untuk bersaing pun bagi mereka tidak masalah.

Farhan mengatakan, profesi sebagai seorang fotografer cukup menjanjikan. Namun, ini tergantung orangnya, jika serius kebutuhan untuk hidup akan terpenuhi. Menggunakan media promosi Sosial Media, dan tidak memasang pamflet-pamflet diluaran sana menjadi satu strategi bagi mereka. Menurutnya, dengan sosmedpun pelanggan yang meminati jasa mereka sangat berlimpah, bahkan tidak sedikit yang mereka tolak. Memudahkan para wisudawan untuk bisa mengabadikan moment langka mereka, adalah salah satu dari sekian banyaknya alasan mereka mendirikan stand foto ini. Dengan menyasar area di Salatiga dan sekitarnya, mereka yakin akan mendapatkan peminat sebesar-besarnya.

Disinggung mengenai keuntungan, Farhan memilih untuk tidak menjawabnya. Merebaknya layanan jasa seperti ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk menjaring para konsumer mereka. Dengan fasilitas maksimal tapi tidak mendirikan ruangan semacam studio, serta menganggap pemilik studio-studio lainnya adalah pesaing biasa. Selain karena faktor harga yang tentunya lebih murah bahkan jauh dibawah studio-studio yang sudah punya nama dan banyak peminat. Meskipun bersaing dengan mereka, ini tidak menghalangi semangat mereka untuk membuat layanan jasa semacam ini. Kendala waktu dan kesan terlalu meremehkan serta kurangnya komunikasi antar anggota tim menjadi kesulitan tersendiri bagi mereka. Komunitas Mahasiswa ini mempunyai harapan bahwa nantinya KOMFIS  akan menjadi wadah teman-teman untuk berkarya.

Saat ditanya perihal suka duka menjadi seorang fotografer, farhan mengatakan sebab hobby maka ia merasa enjoy dalam melakoninya. Sementara mengenai duka menjadi seorang fotografer, adalah ketika presepsi orang awam yang menganggap bahwa dunia fotografer adalah hal yang remeh, mereka yang kurang paham akan seni memotret dan kurang menghargai karya dari mereka. Dari lembaga sendiri sudah memberikan dukungan untuk mereka, mewadahi mereka dengan tempat yang luas serta tidak dikenakan biaya sewa.

Namun, sepertinya tempat yang luas saja tidak cukup untuk menyelenggarakan satu acara besar semacam ini. Kenyamanan pun harus menjadi faktor utama setelah keamanan yang harus mendapat perhatian khusus. Mendapat predikat wisuda terbanyak dari tahun-tahun sebelumnya seharusnya menjadi satu hal yang harus dipertimbangkan bagi para divisi-divisi penyelenggara acara ini. Sebab, jika tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin ini akan menumbuhkan presepsi buruk orang luar tentang IAIN Salatiga.
Namun, seketika citra baik dari komunitas ini seakan terbantahkan dengan asumsi pelayanan dari salah satu konsumer mereka. EH (nama disamarkan), salah seorang wisudawan ini mengatakan bahwa pelayanan dari mereka sangat-sangat mengecewakan. Dari tempat yang dijanjikan di dalam ruangan dengan privasi yang dijaga, hingga fasilitas yang tak sesuai dengan yang dijanjikan, bisa dibilang tak sebanding dengan budget yang ia keluarkan.

Pelayanan yang tidak tertib, seperti pemanggilan yang tak sesuai nomor urut, bahkan mereka yang baru mendaftar ditempat dilayani lebih dulu, sedangkan ia yang telah merogoh koceknya untuk DP sebesar 50%  dengan dengan paket spesial seharga Rp. 200.000. “Janji-janji yang muluk tapi ngga sesuai kenyataan” ujar ES dengan nada kesal. Menurutnya, sebelum menetapkan pilihan pada satu penyedia jasa semacam ini, selain melihat dari harga yang ditawarkan pastikan dulu bahwa semua fasilitas yang dijanjikan memang benar-benar adanya, agar nanti tidak menimbulkan kekecewaan semacam ini.

Namun, ini bukan merupakan sebuah diskriminasi untuk KOMFIS sendiri, bahwa sebuah komunitas besar tidak lahir begitu saja dengan situasi yang nyaman. KOMFIS harus mengevaluasi kedepannya, konsep seperti apa yang akan mereka tawarkan dan tentunya mampu mereka realisasikan. Karena kepuasan konsumen adalah tanggungjawab dari produsen itu sendiri. (Siti/Anis/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *